Potret Sebuah Jembatan komunitas

oleh Gading Narendra Paksi

Inilah yang kami tunggu-tunggu sejak kami terbentuk 6 tahun yang lalu !!!", itulah kalimat emosional yang dilontarkan oleh Farid Stevy Asta vokalis Jenny saat acara Showcase Jenny "Manifesto" hari Kamis (12/03) lalu di Jogja National Museum, Yogyakarta.

Malam itu Farid memang terlihat sangat emosional. Dia bernyanyi mengeluarkan segenap suara hatinya, menari-nari dengan atraktif, memeluk teman-teman band-nya, crew yang membantu, dan teman-teman dekatnya yang hadir pada malam itu. Ia menjadi seorang dirigen yang memberi komando pada penonton untuk larut dalam orkestrasi emosi kebahagiaan yang dirasakannya.

Malam itu Farid pantas berbahagia. Seperti yang telah iungkapkan, akhirnya setelah 6 tahun terbentuk Jenny dapat meluncurkan album pertamanya berjudul "Manifesto".

Kurang lebih pada pukul 19.30, Marina Del Rey naik panggung untuk membuka acara. Walaupun tampil minus pemain bass mereka ( karena terlambat datang ), dua lagu dari mereka cukup untuk memanaskan suasana. Disusul kemudian dengan penampilan solo piano yang memukau oleh Frau, pianis/keyboardis berbakat dari Yogyakarta. Dbawah sorotan lampu yang diatur soft, Frau memukau penonton dengan lagu-lagu berirama swing yang dinyanyikannya sembari memperdaya tuts-tuts keyboard dihadapannya.

Jenny naik panggung kurang lebih pukul 20.30. Kali ini Jenny memberikan tema yang cukup unik dalam pertunjukannya. Mereka memasang satu buah screen di belakang panggung dan menampilkan video-video testimoni dan video-video ilustrasi yang mengantikan peran seorang pembawa acara dan sekaligus sebuah pengantar mengenai filosofi lagu yang akan mereka bawakan. Salah satu yang menarik adalah video ilustrasi yang mejadi pengantar saat akan membawakan lagu “Maha Oke”. Mereka menampilkan video ilustrasi yang berisi tentang orang-orang yang diceritakan sebagai “pengkhianat” Tuhan ( direpresentasikan melalui 3 orang yang berdandan seperti pocong, penganut black metal dan aliran sesat ) dan kemudian "bertaubat” ( direpresentasikan dengan adegan 3 orang tersebut berganti pakaian muslim dan membaca Ayat-Ayat suci Al-Quran bersama-sama ).

Jenny sendiri tampil maksimal. Dibalut pakaian hitam-hitam, mereka menghantam Jogja National Museum dengan musik-musik beraroma garage racikan sendiri. Siraman lighting yang menawan menambah keindahan visual panggung pada malam itu. Membuat Jenny terlihat layaknya rockstar yang siap memuaskan dahaga para penggemarnya. Farid terlihat sangat liar, berteriak menyuarakan vokal terbaiknya. Aksi panggungnya yang sangat atraktif dan komunikatif tidak mengurangi konsistensi suaranya. Ia jga menjalankan tugasnya sebagai seorang front man yang berwibawa kepada penonton. Roby Setiawan menyiksa gitarnya habis-habisan, mengekspolitasi kemampuan terbaiknya membangun harmoni musik Jenny. Sementara Arjuna Bangsawan ( bass ) dan Anish Setiadji ( drum ) yang bertindak sebagai pengawal seksi ritem menjalankan tugasnya bagai komplotan pembunuh berdarah dingin. Tanpa banyak bicara mereka membangun bottom line dengan eksekusi sempurna.

Di tengah pertunjukan Tripping Jungkie sempat menyelundup unjuk kemampuan diatas panggung, ditemani oleh Farid yang mendadak naik ke atas panggung dan menjadi vokalis kedua, sebelum Jenny naik panggung lagi dan akhirnya menyudahi pertunjukan dengan single mereka, “Mati Muda”, yang menciptakan sebuah karaoke massal diantara penonton. Mengkhiri sebuah pertunjukan menawan yang menjadi sebuah pembuktian eksistensi mereka di kancah permusikan Jogjakarta.

Jenny sendiri adalah sebuah band yang memiliki posisi yang cukup menarik di kancah permusikan Jogja. Kadang mereka bisa terlihat sangat mainstream saat tampil di pentas-pentas seni SMA, tetapi kadang juga dapat terlihat sangat gahar saat tampil pada event-event cutting edge seperti di Kinoki Jogja misalnya. Jenny seolah menjadi mediator antara berbagai jenis penikmat musik di Jogja. Yang kemudian terjadi adalah pertemuan berbagai jenis penikmat musik seperti saat di JNM kemarin, penonton yang datang berasal dari berbagai kalangan. Disana terlihat anak-anak berbusana celana ketat, piercing dan tatto bertebaran,dan kaos-kaos band "aneh", tetapi juga datang anak-anak bertampang "imut" berjaket fullprint lucu-lucu,merokok malu-malu dan besoknya masih harus sekolah. Jenny mempersatukan mereka. Ditengah atmosfer pengkotak-kotakan jenis musik yang berujung pada saling cela dan persaingan tidak sehat,Jenny tampil sebagai seorang fasilitator yang menjadi penengah antar komunitas. Menjadi elemen fleksibel yang merangkul semua pihak. Selamat untuk Jenny. Teruslah berjuang di kancah permusikan Jogjakarta dan Indonesia.

(teks ini di publish di facebook oleh Gading Narendra Paksi. Terimakasih atas reviewnya ya mas gading - thankyou vey much for making the choice to support us)
-

No comments:

Post a Comment